9/30/12

A Moment In Time.....


Wow. Alhamdulillah. Akhirnya bisa blogging lagi setelah sekian lama blog ini dianggurin. Dalam posting saya kali ini, saya ngga akan ngepost ttg fashion atau beauty tips kaya dulu. Saya mau share pengalaman saya dulu deh......... :D

Semenjak saya lulus SMA, saya sudah ngga begitu uptodate lagi sama fashion, music, dan passion2 saya yang lain yang biasanya saya share disini. Bukannya hilang, tetapi hal2 tsb seakan ternomorduakan. Ngga perlu tanya alasannya karena ngga akan saya jawab, there are too many excuses to explain about hehehe

Well, berita terakhir yang mungkin anda perlu tahu adalah sekarang saya sudah mjd mahasiswa. Perjalanan yang saya lalui memang sungguh berat dan challenging, tapi alhamdulillah hasilnya bisa membuat orang tua saya tersenyum.

Ketika saya di SMA, saya bukanlah siswa berprestasi, bukan juga siswa yang aktif organisasi. Bisa dibilang saya sangat ordinary. Nilai-nilai saya mepet, tapi alhamdulillah masih bisa membuat orang tua saya tidak khawatir. Ketika saya meilhat teman-teman di sekeliling saya, yang rajin-rajin dan aktif organisasi, jujur saya sempat merasa minder. Bukannya menaikkan usaha, saya malah cenderung menurunkan target kuliah saya.

Cita-cita saya dari bayi adalah jadi dokter yang hebat. Dokter kecantikan yang bisa mentransfer kelebihan lemak satu orang ke orang lain. Saya ingin semua orang memiliki tubuh yang ideal, sehingga tidak perlu lagi khawatir dicela orang lain. Yang kegedean bisa dikecilin dengan mentransfer lemak mereka ke yang pengen gede (well, sedikit absurd). Ide gila memang, tapi inilah imajinasi saya.

Dalam beberapa jalur tes perguruan tinggi, saya kerap memilih kedokteran sbg pilihan 1 dan 2 sedangkan ekonomi adalah pilihan 3. Ekonomi juga bukan prioritas, saya hanya ingin menuruti apa kata bapak saya. Tentunya tidak mudah untuk move on, kawan-kawan. Saya ditolak di pilihan 1 dan 2. Setelah saya renungkan, saya tidak bodoh, saya hanya lemah di fisika. Saya suka biologi, tapi saya bisa dibilang benci fisika. Saya memutar otak untuk mencari jalan keluar, sampai pada suatu hari, saya memutuskan untuk tidak mencoba kedokteran lagi. Saya mengorbankan cita-cita saya, cita-cita besar saya menjadi seorang dokter hebat :’’’(

Sambil menunggu pengumuman snmptn, saya punya waktu sekitar 3 minggu untuk mempersiapkan diri di tes terakhir, tes satu-satunya yang saya harapkan, SIMAK UI. Saya dan seorang teman saya yang juga memiliki minat di ui mengikuti bimbel di bandung. Dalam tes kali ini, saya berencana tidak mengambil kedokteran, karena saya tahu peluang saya tidak besar. Oleh karena itu, saya memberanikan diri mengambil jurusan ips saja. Perjuangan kami selama di bandung tidak semudah yang saya bayangkan. Kami harus benar-benar bisa menyerap segala ilmu yang diujikan dalam kurun waktu yang singkat. 3 minggu! Pesimis? Pasti. Saya bahkan kerap berpikiran bahwa saya terlalu berangan-berangan mendapatkan kursi di UI. Sungguh perasaan saya saat itu tak terdeskripsikan...

Melihat kondisi yang tidak memungkinkan ini, saya memutar otak. Saya berpikir filosofis *gaya :p*. Sekeras apapun belajar saya, kalau saya tidak beruntung, ya tidak akan bisa. Lantas, apa yang harus saya lakukan? Teka-teki itu selalu terngiang di pikiran saya. Setelah beberapa waktu saya bisa menjawab hal itu. Saya harus dekat dengan Sang pemberi keberuntungan! Saya memilih untuk meningkatkan ibadah-ibadah saya. Saya memaksimalkan ibadah-ibadah saya, melaksanakannya secara rutin, dan meluruskan niat saya bahwa saya melakukan semua ini untuk membahagiakan orang tua saya.

Setelah melakukan semua usaha yang bisa saya lakukan, saya hanya pasrah. Jika memang rejeki saya di ui, pasti saya akan masuk kok. Hari demi hari saya lalui, tetap dengan penuh doa dan harapan. Sampai di hari Jumat yang penuh barokah itu, pengumuman simak UI diumumkan. Pengumumannya sudah ada di koran, tapi berhubung merasa ngga afdol kalo via koran, saya menunggu pengumuman yang ada di internet saja. Sambil menunggu, saya melakukan solat dhuha seperti biasanya. Tidak disangka, saya meneteskan air mata ketika berdoa. Keinginan saya hanya satu ya Allah, saya ingin orang tua saya bahagia. Saya ingin melebarkan senyuman di wajah mereka, meringankan beban-beban mereka, dan suatu saat nanti saya akan bisa membuat mereka bangga sama saya. Doa saya sungguh simpel, tapi itulah yang menyemangati hari-hari saya selama ini.

Waktu sudah menunjukkan pukul 09.00. Saya mengambil laptop dan bergegas menuju ruang tengah. Ketika tahu saya akan membuka pengumuman, bunda menghampiri saya.
B: “optimis kak. inshaAllah kalo Allah ridho ngga ada yang ngga mungkin kok...”
A: “iya bun, tetep optimis kok, tapi jangan terlalu banyak berharap ya bun. Yang daftar banyak, sedangkan kursinya cuman sepersekiannya...
B: “iya nak. Ayo buka dulu, mumpung bunda masih pake mukena nih, biar sekalian sujud syukur.”
A: “bismillah ya bun.........”

Ketika melihat ke layar, saya kaget dan teriak! “ALHAMDULILLAAAAH!!!!”. Saya memeluk ibu saya yang masih kaget. Kita sama-sama nangis, dan saya langsung lari ke kamar untuk sujud syukur. Sajadah saya basah. Saya tak hentinya mengucap syukur kepada Allah. Alhamdulillah, Allah memang bukan sekedar pemberi janji, tapi juga bukti. Hari itu adalah momen terindah dalam hidup saya. Saya berhasil membuat orang tua saya tersenyum, bahkan menangis bahagia. Adik saya histeris. Teman-teman pun banyak yang menyelamati saya. Subhanallah.... 



Alhamdulillah,sekarang saya sudah menjadi bagian dari FEUI. Bahagia? Sudah pasti! Tetapi saya tidak akan terlena, saya tahu bahwa tantangan-tantangan saya kedepan akan lebih sulit dari apa yang saya bayangkan. Well, setidaknya saya sudah berhasil menyelesaikan satu misi saya. Misi-misi lainnya tentu masih to be continued.

Pelajaran yang bisa saya ambil dari pengalaman saya ini adalah jangan pernah menomorduakan yang seharusnya dinomorsatukan. Kerja keras itu mutlak perlu, tetapi kita juga harus bekerja keras mendapatkan ridho-Nya. Usaha-usaha sekecil apapun yang kita lakukan pasti akan senantiasa dihargai oleh Allah. Selain itu, jangan takut untuk bermimpi. Kalo ada yang bilang mimpi anda tidak mungkin, memang seharusnya begitu! Kalo sudah memungkinkan, buat apa diimpikan? Bermimpilah setinggi langit, niatkan mimpi kita untuk sesuatu yang mulia. Sesederhana mimpi saya, yang hanya ingin melihat orang tua saya tersenyum dan menangis bahagia.

Nah segitu dulu cerita dari saya. Mungkin ceritanya kurang sistematis, maklum waktunya ngga banyak hehehe. Semoga bisa jadi pembelajaran buat kita semua. Selamat bermimpi!