11/18/12

Si Sempurna yang Masih Harus Disempurnakan

Aku banyak belajar dari cacing.
Ketika turun hujan, cacing itu naik ke permukaan. Bukan tanpa rintangan, mereka melalui lumut-lumut kasar yang mungkin melukai tubuh mereka.
Terjangan butiran hujan tentunya membuat mereka harus bertahan di dinding berlumut, entah bagian tubuh mana yang mereka jadikan tumpuan. 
Belum lagi serangga-serangga bengis yang telah menanti kedatangan mereka di sudut-sudut strategis.
Anehnya, mereka tetap naik, menerjang semua rintangan tersebut.
Padahal, ketika hujan reda, mereka tahu permukaan akan kembali kering, mereka tahu langkah mereka akan terhenti tanpa air yang melumasi, mereka tahu mereka akan mati, diterkam pemangsa kejam yang kelaparan.
Kurasa cacing tahu mereka akan bernasib demikian, namun mengapa mereka tetap melakukan hal itu?
..................................................................
Entahlah, aku tak tahu apa tujuan hidup mereka, namun aku yakin, mereka punya tekad yang kuat untuk itu.
Jangan anggap mereka tolol, mereka memang tak punya otak sebagai sarana berpikir, tetapi nyatanya, manusia yang dianugrahi otak pun tak lebih baik dari mereka. 
Manusia terlalu sering mengeluh, tak ingin terluka, dikalahkan oleh nafsu-nafsu tak berujung.
Manusia punya tumpuan kuat dalam diri mereka, namun lebih memilih bertumpu pada belas kasih orang lain.
Manusia tak punya pemangsa, karena merekalah sesungguhnya yang memangsa diri mereka sendiri.
Manusia... manusia...
Mungkin mereka terlena dengan gelar 'paling' sempurna pemberian Tuhan. 
Mungkin mereka menutup hati, dan membiarkan mata dan nafsu yang bertindak.
Mungkin pula mereka tak takut salah, mereka tak takut berdosa, mereka tak takut MATI.
Maka dari itu...
Manusia memang sempurna, tetapi kesempurnaannya masih harus disempurnakan.
Mau tahu bagaimana? Rahasia. Mari berpikir filosofis, menggali lebih dalam, one day kita semua akan tahu, bahwa cara paling efektif adalah.......... bertanya langsung kepada-Nya :)

11/11/12

Si Lemah yang Tak Lengah...

Usaha yang telah kulakukan selama ini memang sesulit mempertahankan cahaya lilin ditengah badai. Lilin yang cahayanya terkoyak angin-angin nakal di sekitarnya. Menjaga cahayanya, melindungi sumbu apinya dengan sepenuh hati. Sambil berharap angin-angin nakal itu akan pergi. Berharap, hanya bisa berharap. Siapa yang tahu kalau mereka benar-benar tega membuat lilinku mati, mengubahnya menjadi asap tak berbekas. 

Aku tak mau lilinku mati. Aku takut gelap. Aku tak punya cahaya lain selain lilinku. Aku tak akan bisa menemukan jalan keluar tanpa lilinku. Aku tak akan bisa melihat dengan jelas tanpa lilinku. Andai saja kalian tahu, wahai angin-angin nakal, lilinku adalah hidupku. 
Aku sadar. Lilinku lemah. Apinya yang mecolok tak dapat menutupi ketakutannya. Lilinku bergantung padaku, pada pemiliknya. Lilinku mengharuskanku menjaga cahayanya, walaupun aku tahu, aku tidak jauh lebih kuat darinya. Aku tidak lebih baik tanpanya. Kami saling membutuhkan.

Kutelungkupkan tanganku di sekelilingnya. Panas, tetapi kutahan. Tak akan ku menyerah membiarkan lilinku mati, yang nantinya juga membuat hidupku mati. Aku yakin, angin-angin nakal akan pergi. Aku yakin mereka akan tahu, betapa pentingnya ia dalam hidupku yang gelap ini.

Hey lilin, mereka sudah pergi! Perlahan kurenggangkan jemariku, sambil mengibaskannya ke udara. Panas apinya terbayar sudah. Kami aman. Kami aman dari mereka. Tapi jangan senang dulu, mereka mungkin akan datang lagi, suatu saat nanti.

Lilinku, cahayamu yang lemah telah menyinari jiwaku, bahkan melebihi matahari. Ketidakberdayaanmu menguatkanku, membuatku sadar akan pentingnya engkau. Tak ada satupun yang bisa mengganggumu lagi, karena aku disini, menjaga cahayamu, menjaga apimu dari angin yang berhembus. Sampai suatu saat nanti, sumbumu berakhir meredup perlahan tapi pasti. Aku tahu engkau akan meleleh, tapi aku selalu berharap, seiring berkurangnya sumbumu, aku akan menjadi lebih kuat. Aku akan kuat tanpamu, kuat tanpa cahaya redupmu, karena aku punya ribuan lilin-lilin manis, yang kudapatkan dari usaha-usahaku selama kau menemaniku, dulu.

Lilinku, terima kasih atas jasamu. Jangan pernah menganggap dirimu lemah, karena kelemahanmu-lah yang mengokohkan jiwaku, menguatkan keyakinanku akan jalanNya.

11/2/12

Terimalah...

Kupikir landasan dimana aku mendarat akan selembut gumpalan awan. Kupikir langit tahu bahwa aku akan meminjam awan darinya. Kupikir bumi tahu aku tidak ingin mendarat di tanahnya yang keras. Kupikir bumi tidak akan membiarkanku terjerembap di jurang misterius ini. 
Pikiran ini membelengguku. Mencegah perasaanku untuk mencerna semuanya. Aku tahu, aku tidak akan pernah membiarkan pikiranku memonopoli diriku, menjadi majikan otoriter dalam diri ini. Namun kali ini, aku kalah. Aku kalah dengan pikiranku sendiri. Pikiran yang belum bisa dipastikan pula kebenarannya.
Bantu aku! siapapun! Aku ingin pergi dari jurang ini! Secepatnya! Aku ingin melihat sinar matahari lagi! Sinar yang dengan ramah memanjakan dedaunan di bumi indahku. Aku ingin bangkit. Aku ingin belajar lagi, belajar untuk tidak lagi terjebak dalam jurang kelam itu. Aku tidak mau menjadi makhluk kaku, tak berdaya dan berguna bagi sesamaku. Aku ingin hidup, dengan menghidupkan suasana kehidupan ini. 
Jurang tadi merenggut kebahagiaanku, ketenangan yang sebelumnya selalu terjaga di benak. Jurang tadi menjepit kakiku, tidak membiarkanku pergi. Jurang tadi membiarkan hatiku mati, terhimpit oleh kejamnya bebatuan tajam diantaranya. Aku ingin kembali. Kembali merasakan hembusan angin yang membelai jilbabku dengan ramah. Kembali menemukan sahabat-sahabatku yang telah menunggu di ujung kehidupan. Kembali melebarkan senyuman-senyuman indah di wajah mereka. 
Bantu aku bangkit, Tuhan. Bantu aku melawan semua rasa takut dan cemasku. Bantu aku berwaspada terhadap jurang-jurang kehidupan yang suatu saat nanti akan kutemui lagi. Bantu aku..... Aku manusia tak bernyawa tanpa pilar-pilarMu. Aku manusia tak berdaya tanpa nafas kehidupanMu. Aku manusia munafik tanpa peringatanMu. 
Semoga aku bisa selalu berada dalam jangkauanMu, dalam lindunganMu. Karena sesungguhnya.... Engkaulah cinta matiku. Terimalah segala kerja kerasku untuk mendapatkan kasih sayangMu. 

Guratan diatas tandusnya tanah,
terimalah...