7/11/13

"Kalau cinta, jangan setengah-setengah."


Saya kutip kata-kata diatas dari film Indo anyar yang cukup hits dikalangan remaja. Refrain.
Saya ngga mau nyeritain ulang apa isi film itu, juga ngga akan berfilosofi macam-macam tentang kalimat tadi.
Hanya ingin mempertegas, kalau kata-kata itu dalem maknanya (bagi saya saat ini).
---
Saya lahir dari kedua orangtua terbaik, dengan background yang berbeda, namun saling melengkapi. Saya pun terlahir baik. Saya dianugrahi tubuh yang lengkap dan semuanya fungsional. Tidak ada cacat setitik pun, alhamdulillah.
Seiring berjalan waktu, semakin banyak informasi dan kasak kusuk yang beredar di lingkungan saya, yang membuat kadar ‘baik’ saya berkurang, dan membuat diri saya menyesal sekarang.
Saya telah melewatkan kesempatan saya, ketika pena sudah ditangan, ketika buku sudah di depan mata, ketika pikiran sudah menentukan akan menulis apa, namun.. saya sia-siakan kesempatan emas tadi untuk melakukan apa yang saya tuju sebelumnya. Menulis.

Itulah andai-andai yang agaknya mewakili semua yang telah terjadi.
Saya berusaha untuk tak henti-hentinya bersyukur pada Tuhan akan anugerahNya selama ini. Namun, terkadang raga ini kaku, otak ini buntu, tak tahu bagaimana benar-benar bisa mewujudkan rasa syukur tersebut.
Saya menyesal Tuhan, saya menyesal telah sering mengecewakan orang-orang yang selama ini begitu hati-hati agar tidak mengecewakan saya. Hanya karena lalai dan lengah, saya gagal pulang membawa buah tangan terindah yang pernah saya impikan.
---
Tuhan, bantu saya mewujudkan cinta ini pada mereka. Apapun caranya, asal sesuai dengan ridho dan izinMu. Saya tak ingin terperangkap terlalu lama dalam jurang kekhawatiran, kalau-kalau saya tidak diberi kesempatan lagi untuk kembali menciptakan senyuman terlebar di wajah mereka.
Bantu saya, untuk bisa mencintai mereka, dengan setulus hati. Dengan kekuatan yang penuh.


 Tidak setengah-setengah.

5/17/13

"A Mighty Confession" - thefragilesoul

Tak sulit untuk berbuat baik
Tapi tak mudah untuk selalu berbuat baik

Tak sulit untuk membuat mereka tersenyum
Tapi tak mudah untuk mempertahankan senyuman mereka

Ada masa dimana aku beruntung
Dan banyak masa dimana aku menyedihkan

Ada masa dimana aku merasa dikelilingi cahaya
Dan banyak masa dimana aku merasa jauh dari sinar apapun

Namun, ketika menghadapMu, selalu ada kesedihan-kesedihan yang meluruh
Mengembalikan senyuman-senyuman mereka
Mengembalikan cahaya-cahaya sumber penyemangat hidup

Kurasa aku tahu siapa yang harus selalu kutemui
Siapa yang harus selalu kumintai pertolongan
dengan serakah sekalipun
Kurasa Dia tak akan marah, justru sebaliknya.

Subhanallah :)



Surah AdzDzariyaat. Ayat 050.
(Katakanlah wahai Muhammad kepada mereka): Maka segeralah kamu kembali kepada Allah (dengan bertaubat dan taat), sesungguhnya aku diutuskan Allah kepada kamu, sebagai pemberi amaran yang nyata.

3/29/13

=

Hidup ini keras.
Bukan karena tak bisa dikunyah dengan keringat, tapi memang itulah prinsip perfeksionis yang agaknya, BENAR.
Keras.... keras apanya?
Keras pemukulnya? atau yang dipukulnya?
atau mungkin keras kepalanya...

Kerasnya tidak karena kekerasan. Jangan cemas dulu...
Keras ini berkonotasi kelembutan kok
'Hidup ini keras' bagiku adalah selenting pemicu, membuat kita berpacu dalam kebaikan.
Lebih tepatnya dalam memperbaiki diri.

Hidup ini keras, karena bisa menyulap kerasnya ego menjadi lembutnya anggukan.
karena bisa melelehkan kerasnya batu menjadi lembutnya butiran salju. (mulai ngelantur, abaikan)

Mari kita ubah sudut pandang kita, pindah kata 'karena' sebelum 'hidup'. Selipkan kata 'maka'.
Karena hidup ini keras, maka kita harus.............


Lebih berkesan positif :)

That's what people need to do. Mengurangi suudzonitas pada kalimat-kalimat galak.
Hidup ini keras, mentrigger kita agar selalu semangat, do the best, do the best after the best have done, bersyukur, percaya, jujur, dan masih banyak lagi hal-hal positif yang bisa lahir dari kalimat  itu.
So, what's really bothering right now?

Your nice but harmful thoughts.
'Everything's okay' (harusnya) hanya boleh ada dalam situasi urgent. 
Urgently kepepetly stres setelah do the best tapi belum maksimal.
'Everything's okay' somehow melambangkan 'everything's (not) okay'.
Sah sah saja sih, manusia pasti berasumsi dan bersugesti ria untuk merasa lebih baik.
Manusiawi kok :)

Tapi.............
Gawatnya kalau dalam semua situasi, asumsi tidak fleksibel. Semua baik-baik saja. Terlalu selow.
Tidak responsif dan pasif. Cara mentriggernya pun harus pull up the trigger on real pistol.
Terpaku pada 'everything's okay'.
By then, 'everything's not okay' are literally coming, dude.
Osram!

Jadi,
'Hidup ini keras' dan 'Everything's okay' are in relationship. Kalo bisa engaged atau married sih. Hilang satu komponen, bisa bikin hyperhydrosis (yang ngga ngerti cek di gugel). Mudah stres, ngga balance, pindah ke jurusan sebelah deh (curhat ._.). 



So yeah, this is real to me. Life needs to be a neutron. Imperfectly neutral :)
Jiayou all!



N.A

12/21/12

Dua Puluh Dua.. Tiada Duanya.


Tulisan ini bukan tulisan indah
Tapi kuharap kau mau membacanya
Memahami kata demi kata, yang masih jauh dari sempurna
Karena...
Karena aku pun tak tahu kata-kata seindah apa
Yang mampu mewakilkan keindahan hidup ini
Bersamamu..
Tapi di malam ini, aku harus menulis sesuatu
Untukmu, orang paling hebat di dunia!
Tapi Maaf.......... Lagi-lagi maaf yang bisa kukatakan padamu
Maaf jika aku belum mampu membahagiakanmu selama ini
Aku pun tak tahu kebahagiaan seperti apa yang dapat membahagiakanmu
...............................................................................................................................
Disini, di malam sempitku, aku menyempatkan waktu untuk tulisan ini
Maaf.. hari-hariku tak sepenuhnya bisa kuhabiskan bersamamu
Tapi aku janji, usaha-usahaku akan sepenuhnya kupersembahkan untukmu
Aku janji, asinnya peluhku bisa membuahkan hasil yang manis
Aku janji!
...............................................................................................................................
Terima kasih
Atas segalanya. Ya.. segalanya!
Terima kasih telah membesarkanku, menjadikanku begitu ‘besar’.
Terima kasih atas wejangan-wejangan inspiratif
yang selama ini engkau tuturkan lewat bahasamu yang anggun
Terima kasih telah menjadi pelumas bagi roda kehidupanku
Melancarkan setiap perjalanan hidup ini
Terima kasih telah mengucapkan Alhamdulillah
Dalam setiap hasil usahaku yang tak seberapa membanggakan
Terima kasih atas air mata bahagiamu
Di hari Jumat penuh barokah, disaat pengumuman UI diumumkan
Terima kasih telah menjadi alasan dari setiap perbuatan terbaik yang kulakukan
Walaupun mungkin belum begitu baik
Terima kasih telah membuat hidupku lebih berwarna
Juga lebih bermakna...

Doaku selalu menyertaimu, Bunda.
Insha Allah.. engkau selalu hadir dalam setiap doaku
Doakan aku juga, supaya bisa menjadi sepertimu
Suatu saat nanti..

 I love you. I love you both. Setelah Dia, hanya ada 2 tempat terbaik di hatiku... untukmu dan untuk bapak. Selamanya hanya untuk kalian. Beri aku kesempatan untuk bisa lebih baik, untuk bisa kembali melihat air mata bahagia itu... Secepatnya!

Selamat Hari Ibu! 
love,

Sulungmu.

11/18/12

Si Sempurna yang Masih Harus Disempurnakan

Aku banyak belajar dari cacing.
Ketika turun hujan, cacing itu naik ke permukaan. Bukan tanpa rintangan, mereka melalui lumut-lumut kasar yang mungkin melukai tubuh mereka.
Terjangan butiran hujan tentunya membuat mereka harus bertahan di dinding berlumut, entah bagian tubuh mana yang mereka jadikan tumpuan. 
Belum lagi serangga-serangga bengis yang telah menanti kedatangan mereka di sudut-sudut strategis.
Anehnya, mereka tetap naik, menerjang semua rintangan tersebut.
Padahal, ketika hujan reda, mereka tahu permukaan akan kembali kering, mereka tahu langkah mereka akan terhenti tanpa air yang melumasi, mereka tahu mereka akan mati, diterkam pemangsa kejam yang kelaparan.
Kurasa cacing tahu mereka akan bernasib demikian, namun mengapa mereka tetap melakukan hal itu?
..................................................................
Entahlah, aku tak tahu apa tujuan hidup mereka, namun aku yakin, mereka punya tekad yang kuat untuk itu.
Jangan anggap mereka tolol, mereka memang tak punya otak sebagai sarana berpikir, tetapi nyatanya, manusia yang dianugrahi otak pun tak lebih baik dari mereka. 
Manusia terlalu sering mengeluh, tak ingin terluka, dikalahkan oleh nafsu-nafsu tak berujung.
Manusia punya tumpuan kuat dalam diri mereka, namun lebih memilih bertumpu pada belas kasih orang lain.
Manusia tak punya pemangsa, karena merekalah sesungguhnya yang memangsa diri mereka sendiri.
Manusia... manusia...
Mungkin mereka terlena dengan gelar 'paling' sempurna pemberian Tuhan. 
Mungkin mereka menutup hati, dan membiarkan mata dan nafsu yang bertindak.
Mungkin pula mereka tak takut salah, mereka tak takut berdosa, mereka tak takut MATI.
Maka dari itu...
Manusia memang sempurna, tetapi kesempurnaannya masih harus disempurnakan.
Mau tahu bagaimana? Rahasia. Mari berpikir filosofis, menggali lebih dalam, one day kita semua akan tahu, bahwa cara paling efektif adalah.......... bertanya langsung kepada-Nya :)

11/11/12

Si Lemah yang Tak Lengah...

Usaha yang telah kulakukan selama ini memang sesulit mempertahankan cahaya lilin ditengah badai. Lilin yang cahayanya terkoyak angin-angin nakal di sekitarnya. Menjaga cahayanya, melindungi sumbu apinya dengan sepenuh hati. Sambil berharap angin-angin nakal itu akan pergi. Berharap, hanya bisa berharap. Siapa yang tahu kalau mereka benar-benar tega membuat lilinku mati, mengubahnya menjadi asap tak berbekas. 

Aku tak mau lilinku mati. Aku takut gelap. Aku tak punya cahaya lain selain lilinku. Aku tak akan bisa menemukan jalan keluar tanpa lilinku. Aku tak akan bisa melihat dengan jelas tanpa lilinku. Andai saja kalian tahu, wahai angin-angin nakal, lilinku adalah hidupku. 
Aku sadar. Lilinku lemah. Apinya yang mecolok tak dapat menutupi ketakutannya. Lilinku bergantung padaku, pada pemiliknya. Lilinku mengharuskanku menjaga cahayanya, walaupun aku tahu, aku tidak jauh lebih kuat darinya. Aku tidak lebih baik tanpanya. Kami saling membutuhkan.

Kutelungkupkan tanganku di sekelilingnya. Panas, tetapi kutahan. Tak akan ku menyerah membiarkan lilinku mati, yang nantinya juga membuat hidupku mati. Aku yakin, angin-angin nakal akan pergi. Aku yakin mereka akan tahu, betapa pentingnya ia dalam hidupku yang gelap ini.

Hey lilin, mereka sudah pergi! Perlahan kurenggangkan jemariku, sambil mengibaskannya ke udara. Panas apinya terbayar sudah. Kami aman. Kami aman dari mereka. Tapi jangan senang dulu, mereka mungkin akan datang lagi, suatu saat nanti.

Lilinku, cahayamu yang lemah telah menyinari jiwaku, bahkan melebihi matahari. Ketidakberdayaanmu menguatkanku, membuatku sadar akan pentingnya engkau. Tak ada satupun yang bisa mengganggumu lagi, karena aku disini, menjaga cahayamu, menjaga apimu dari angin yang berhembus. Sampai suatu saat nanti, sumbumu berakhir meredup perlahan tapi pasti. Aku tahu engkau akan meleleh, tapi aku selalu berharap, seiring berkurangnya sumbumu, aku akan menjadi lebih kuat. Aku akan kuat tanpamu, kuat tanpa cahaya redupmu, karena aku punya ribuan lilin-lilin manis, yang kudapatkan dari usaha-usahaku selama kau menemaniku, dulu.

Lilinku, terima kasih atas jasamu. Jangan pernah menganggap dirimu lemah, karena kelemahanmu-lah yang mengokohkan jiwaku, menguatkan keyakinanku akan jalanNya.

11/2/12

Terimalah...

Kupikir landasan dimana aku mendarat akan selembut gumpalan awan. Kupikir langit tahu bahwa aku akan meminjam awan darinya. Kupikir bumi tahu aku tidak ingin mendarat di tanahnya yang keras. Kupikir bumi tidak akan membiarkanku terjerembap di jurang misterius ini. 
Pikiran ini membelengguku. Mencegah perasaanku untuk mencerna semuanya. Aku tahu, aku tidak akan pernah membiarkan pikiranku memonopoli diriku, menjadi majikan otoriter dalam diri ini. Namun kali ini, aku kalah. Aku kalah dengan pikiranku sendiri. Pikiran yang belum bisa dipastikan pula kebenarannya.
Bantu aku! siapapun! Aku ingin pergi dari jurang ini! Secepatnya! Aku ingin melihat sinar matahari lagi! Sinar yang dengan ramah memanjakan dedaunan di bumi indahku. Aku ingin bangkit. Aku ingin belajar lagi, belajar untuk tidak lagi terjebak dalam jurang kelam itu. Aku tidak mau menjadi makhluk kaku, tak berdaya dan berguna bagi sesamaku. Aku ingin hidup, dengan menghidupkan suasana kehidupan ini. 
Jurang tadi merenggut kebahagiaanku, ketenangan yang sebelumnya selalu terjaga di benak. Jurang tadi menjepit kakiku, tidak membiarkanku pergi. Jurang tadi membiarkan hatiku mati, terhimpit oleh kejamnya bebatuan tajam diantaranya. Aku ingin kembali. Kembali merasakan hembusan angin yang membelai jilbabku dengan ramah. Kembali menemukan sahabat-sahabatku yang telah menunggu di ujung kehidupan. Kembali melebarkan senyuman-senyuman indah di wajah mereka. 
Bantu aku bangkit, Tuhan. Bantu aku melawan semua rasa takut dan cemasku. Bantu aku berwaspada terhadap jurang-jurang kehidupan yang suatu saat nanti akan kutemui lagi. Bantu aku..... Aku manusia tak bernyawa tanpa pilar-pilarMu. Aku manusia tak berdaya tanpa nafas kehidupanMu. Aku manusia munafik tanpa peringatanMu. 
Semoga aku bisa selalu berada dalam jangkauanMu, dalam lindunganMu. Karena sesungguhnya.... Engkaulah cinta matiku. Terimalah segala kerja kerasku untuk mendapatkan kasih sayangMu. 

Guratan diatas tandusnya tanah,
terimalah...